1. Awas SIHIR dan KESYIRIKAN Dalam Pengobatan ALTERNATIF!!
Kesehatan adalah sebagian di antara nikmat Allah yang banyak dilupakan oleh manusia. Benarlah ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Ada dua nikmat yang sering kali memperdaya kebanyakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan nikmat kelapangan waktu" (HR. Bukhari). Dan tidaklah seseorang merasakan arti penting nikmat sehat kecuali setelah jatuh sakit. Kesehatan adalah nikmat yang sangat agung dari Allah Ta'ala di antara sekian banyak nikmat. Dan kewajiban kita sebagai seorang hamba adalah bersyukur kepada-Nya sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya, "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (QS Al Baqarah: 152).
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, ada beberapa kondisi ketika sebagian orang sedang diuji oleh Allah Ta'ala dengan dicabutnya nikmat kesehatan ini (baca: jatuh sakit). Di antara mereka ada yang bersabar dan ridha dengan ketetapan dari Allah, mereka tetap bertawakkal dengan menempuh pengobatan yang diizinkan oleh syari'at. Sehingga mereka pun mendulang pahala yang berlimpah dari Allah Ta'ala karena sabar dan tawakkalnya kepada Allah Ta'ala. Namun di antara mereka ada pula yang berputus asa dari rahmat-Nya, berburuk sangka kepada-Nya, dan menempuh jalan-jalan yang dilarang oleh syari'at demi mencari sebuah kesembuhan. Bahkan sampai menjerumuskan dirinya ke dalam kesyirikan. Yang mereka dapatkan tidak lain hanyalah penderitaan di atas penderitaan, penderitaan di dunia, setelah itu penderitaan abadi di neraka jika tidak bertaubat sebelum meninggal dunia. Karena Allah Ta'ala berfirman yang artinya,"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang lebih rendah dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisa': 48).
Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya
Satu hal yang dapat memotivasi kita untuk terus berusaha mencari kesembuhan adalah jaminan dari Allah Ta'ala bahwa seluruh jenis penyakit yang menimpa seorang hamba pasti ada obatnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut" (HR. Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh jenis penyakit, memiliki obat yang dapat digunakan untuk mencegah, menyembuhkan, atau untuk meringankan penyakit tersebut. Hadits ini juga mengandung dorongan untuk mempelajari pengobatan penyakit-penyakit badan sebagaimana kita juga mempelajari obat untuk penyakit-penyakit hati. Karena Allah telah menjelaskan kepada kita bahwa seluruh penyakit memiliki obat, maka hendaknya kita berusaha mempelajarinya dan kemudian mempraktekkannya. (Lihat Bahjatul Quluubil Abraar hal. 174-175, Syaikh Abdurrahman As-Sa'di)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, "Untuk setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, penyakit tersebut akan sembuh dengan seizin Allah Ta'ala" (HR. Muslim). Maksud hadits tersebut adalah, apabila seseorang diberi obat yang sesuai dengan penyakit yang dideritanya, dan waktunya sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah, maka dengan seizin-Nya orang sakit tersebut akan sembuh. Dan Allah Ta'ala akan mengajarkan pengobatan tersebut kepada siapa saja yang Dia kehendaki sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya. Ada yang tahu, ada juga yang tidak tahu" (HR. Ahmad. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah).
Berobat = Mengambil Sebab
Berobat sangat erat kaitannya dengan hukum mengambil sebab. Maksud mengambil sebab adalah seseorang melakukan suatu usaha/sarana ("sebab") untuk dapat meraih apa yang dia inginkan. Misalnya seseorang mengambil sebab berupa belajar agar dapat meraih prestasi akademik. Demikian pula, seseorang "mengambil sebab" berupa berobat agar dapat meraih kesembuhan dari penyakitnya.
Di antara ketentuan yang telah dijelaskan oleh para ulama berkaitan dengan hukum-hukum dalam mengambil sebab adalah bahwa sebab (sarana) yang ditempuh tidak boleh menggunakan sarana yang haram, apalagi sampai menjerumuskan ke dalam kesyirikan, meskipun metode pengobatan tersebut terbukti menyembuhkan berdasarkan pengalaman atau penelitian ilmiah. Selain itu, ketika mengambil sebab tersebut, hatinya harus senantiasa bertawakkal kepada Allah Ta'ala dan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah demi berpengaruhnya sebab tersebut. Hatinya tidak bersandar kepada sebab sehingga dirinya pun merasa aman setelah mengambil sebab tersebut. Seseorang yang berobat, setelah dia berusaha maksimal mencari pengobatan yang diizinkan oleh syari'at, maka dia bersandar/bertawakkal kepada Allah Ta'ala, bukan kepada dokter yang merawatnya –betapa pun hebatnya dokter tersebut- dan bukan pula kepada obat yang diminumnya –betapa pun berkhasiatnya obat tersebut-. Hal ini karena seseorang harus memiliki keyakinan bahwa betapa pun hebatnya sebuah sebab (obat atau semacamnya), namun hal itu tetap berada di bawah takdir Allah Ta'ala.
Bentuk-Bentuk Pengobatan Alternatif yang Diharamkan
Di antara pengobatan alternatif yang diharamkan adalah pengobatan yang mengandung unsur kesyirikan seperti berobat dengan menggunakan metode sihir. Sihir merupakan ungkapan tentang jimat-jimat, mantra-mantra, dan sejenisnya yang dapat berpengaruh pada hati dan badan. Di antaranya ada yang membuat sakit, membunuh, dan memisahkan antara suami dan istri. Namun, pengaruh sihir tersebut tetap tergantung pada izin Allah Ta'ala. Sihir ini merupakan bentuk kekufuran dan kesesatan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jauhilah tujuh hal yang membinasakan!" Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apa saja itu?" Maka Rasulullah bersabda, "Yaitu syirik kepada Allah, sihir, …" (HR. Bukhari dan Muslim).
Pelaku sihir memiliki tanda-tanda yang dapat dikenali. Apabila dijumpai salah satu di antara tanda-tanda tersebut pada seorang ahli pengobatan, maka dapat diduga bahwa ia melakukan praktek sihir atau melakukan praktek yang amat dekat dengan sihir. Di antara tanda-tanda tersebut adalah:
1) mengambil bekas pakaian yang dipakai oleh pasien semisal baju, tutup kepala, kaos dalam, celana dalam, dan lain-lainnya;
2) meminta binatang dengan sifat-sifat tertentu untuk disembelih dan tidak menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, dan kadang-kadang melumurkan darah binatang tersebut pada bagian anggota badan yang sakit;
3) menuliskan jimat atau jampi-jampi yang tidak dapat difahami maksudnya;
4) memerintahkan pasien untuk menyepi beberapa waktu di kamar yang tidak tembus cahaya matahari;
5) memerintahkan pasien untuk tidak menyentuh air selama jangka waktu tertentu, dan kebanyakan selama 40 hari;
6) membaca mantra-mantra yang tidak dapat difahami maknanya;
7) kadang ia memberitahukan nama, tempat tinggal, dan semua identitas pasien serta masalah yang dihadapi pasien tanpa pemberitahuan pasien kepadanya.
Demikian pula, diharamkan bagi seseorang untuk berobat kepada dukun. Pada hakikatnya, dukun tidak berbeda dengan tukang sihir dari sisi bahwa keduanya meminta bantuan kepada jin dan mematuhinya demi mencapai tujuan yang dia inginkan. Sedangkan perbuatan meminta bantuan kepada jin sendiri termasuk syirik besar. Karena meminta bantuan kepada jin dalam hal-hal seperti ini tidaklah mungkin kecuali dengan mendekatkan diri kepada jin dengan suatu ibadah atau "ritual" tertentu. Seorang dukun harus mendekatkan diri kepada jin dengan melaksanakan ibadah tertentu, seperti menyembelih, istighatsah, kufur kepada Allah dengan menghina mushaf Alqur'an, mencela Allah Ta'ala, atau amalan kesyirikan dan kekufuran yang semisal, agar mereka dibantu untuk diberitahu tentang perkara yang ghaib. (Lihat Fathul Majiid hal. 332, Syaikh Abdurrahman bin Hasan; At-Tamhiid hal. 317, Syaikh Shalih Alu Syaikh)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa mendatangi seorang dukun dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad" (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Al-Irwa' no. 2006). Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, "Di dalam hadits tersebut terdapat dalil kafirnya dukun dan tukang sihir karena keduanya mengaku mengetahui hal yang ghaib, padahal hal itu adalah kekafiran. Demikian pula orang-orang yang membenarkannya, meyakininya, dan ridha terhadapnya" (Fathul Majiid, hal. 334).
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta'ala, satu hal yang cukup memprihatinkan bagi kita adalah menyebarnya dukun dan tukang sihir yang berkedok sebagai tabib yang mampu mengobati berbagai penyakit. Di antara mereka banyak juga yang berani memasang iklan di surat kabar dan mengklaim dirinya mampu mengetahui hal yang ghaib. Wal 'iyadhu billah! Di antara contoh praktik-praktik pengobatan yang mereka lakukan misalnya:
1. Pengobatan melalui jarak jauh, di mana keluarga pasien cukup membawa selembar foto pasien. Setelah itu, si tabib akan mengetahui bahwa ia menderita (misalnya) sakit jantung dan gagal ginjal. Oleh si tabib, penyakit itu kemudian di-transfer jarak jauh ke binatang tertentu, misalnya kambing. Hal ini jelas-jelas termasuk berobat kepada dukun, karena apakah hanya melihat foto seseorang kemudian diketahui bahwa jantungnya bengkak, ginjalnya tidak berfungsi, dan lain-lain?
2. Pengobatan metode lainnya, pasien hanya diminta menyebutkan nama, tanggal lahir, dan kalau perlu weton-nya. Bisa hanya dengan telepon saja. Setelah itu, si tabib akan mengatakan bahwa pasien tersebut memiliki masalah dengan paru-paru atau jantungnya, atau masalah-masalah kesehatan lainnya.
3. Dukun lainnya hanya meminta pasiennya untuk mengirimkan sehelai rambutnya lewat pos. Setelah itu dia akan "menerawang ghaib" untuk mendeteksi, me-rituali, dan memberikan sarana ghaib kepada pasiennya.
4. Pengobatan dengan "ajian-ajian" yang dapat ditransfer jarak jauh atau dengan menggunakan "benda-benda ghaib" tertentu seperti "batu ghaib", "gentong keramat" (cukup dimasukkan air ke dalam gentong kemudian airnya diminum), dan lain sebagainya.
Praktik perdukunan dan sihir seolah-olah memang tidak dapat dipisahkan. Demikian pula pelakunya. Orang yang mengaku sebagai dukun, paranormal, atau orang pintar juga melakukan sihir. Dan demikian pula sebaliknya. Demikianlah salah satu kerusakan yang sudah tersebar luas di Indonesia ini. Semoga Allah Ta'ala melindungi kita semua dari kesyirikan.
Bentuk pengobatan syirik lainnya adalah berobat dengan menggunakan jimat. Termasuk kerusakan pada masa sekarang ini adalah penggunaan jimat untuk mencegah atau mengobati penyakit tertentu. Tidak sungkan-sungkan pula pemilik jimat tersebut akan menawarkan jimatnya tersebut di koran-koran agar menghasilkan uang. Di antaranya jimat dalam bentuk batu "mustika" atau cincin yang dapat mengeluarkan sinar tertentu yang dapat menyembuhkan penyakit apa pun bentuknya. Hal ini termasuk kesyirikan karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa menggantungkan jimat (tamimah), maka dia telah berbuat syirik" (HR. Ahmad. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 492).
Pengobatan dengan Sesuatu yang Haram
Tidak boleh pula seseorang berobat dengan menggunakan sesuatu yang haram, meskipun tidak sampai derajat syirik. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram" (HR. Thabrani. Dinilai hasan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1633). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian dalam sesuatu yang diharamkan-Nya" (HR. Bukhari). Hadits-hadits ini beserta dalil yang lain semuanya tegas melarang berobat dengan sesuatu yang haram.
Misalnya, bentuk pengobatan dengan menggunakan air kencingnya sendiri. Air seni yang diminum terutama air seni pertama kali yang dikeluarkan pada waktu pagi hari setelah bangun tidur. Pengobatan seperti ini tidak boleh dilakukan. Karena air seni adalah najis dan setiap barang najis pasti haram, maka air seni termasuk ke dalam larangan ini. Begitu pula berobat dengan memakan binatang-binatang yang haram dimakan.
Demikianlah pembahasan yang dapat kami sampaikan, semoga pembahasan yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah Ta'ala senantiasa mengkaruniakan nikmat berupa ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih kepada kita semua. Dan semoga Allah Ta'ala memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menjadi hamba-Nya yang bersih tauhidnya dan jauh dari kesyirikan.
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim
Judul Asli : Kepada Siapakah Anda Berobat?
Artikel www.muslim.or.id
2. Benda dan Jimat TOLAK BALA
( Pandangan Islam Terhadap JIMAT "Batu Bertuah", "Keris Sakti", dll )
Setiap orang menginginkan keselamatan di dunia, maupun di akhirat. Oleh karena itu, masing-masing orang mencari sebab untuk mendatangkan keselamatan dan kebahagiaan bagi dirinya. Hanya saja tak semua orang mengetahui sebab yang baik dan diizinkan oleh Allah -Azza wa Jalla-. Bahkan banyak diantara mereka sembarangan dan sembrono dalam mencari sebab, sehingga ada sebagian orang jahil yang mengambil sesuatu yang bukan sebab keselamatan dan kebahagiaan baginya.
Realita seperti ini banyak kita temukan di lapangan kehidupan. Lihatlah sebagian orang menggunakan "batu bertuah", "keris sakti", "Sabuk Bertuah", "Permata Pelaris Dagangan","Rompi Penarik Hati", "Kopiah Penolak Bala", "Permata Pelaris Bisnis", "Tanduk Kucing Penyebab Kekebalan", "Tanduk Babi", "Rotan Pembawa Rejeki", dan lainnya. Semua barang-barang ini diyakini oleh sebagian orang jahil sebagian penyebab tertolaknya bala' (petaka), dan penyebab datangnya kebahagiaan berupa rejeki, kesehatan, jodoh, dan lainnya. Ini adalah keyakinan jahiliah yang telah dihapus oleh Allah dengan kedatangan Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- membawa Islam yang menghapus segala bentuk paganisme, dan penyembahan kepada selain Allah beserta sebab-sebabnya. [Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 46)]
Allah -Ta'ala- berfirman,
قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ
اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي
بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ
عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
"Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri".(QS. Az-Zumar : 38).
Syaikh Ibnu Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata, "Syahid (dalil penguat) dari ayat ini bahwa berhala-berhala ini tidak mampu memberikan manfaat bagi penyembah-penyembahnya, baik dalam mendatangkan manfaat maupun menolak bala'. Berhala-berhala itu bukanlah sebab bagi hal itu. Maka dianalogikan (disamakan) dengan berhala-berhala itu segala sesuatu yang bukan merupakan sebab syar'iy, atau qodariy (yang ditetapkan berdasarkan taqdir). Jadi, menjadikan hal-hal itu sebagai sebab, dianggap sebagai bentuk kesyirikian kepada Allah". [Lihat Al-Qoul Al-Mufid (1/168)]
Jadi, tali, bebatuan, permata, keris jika semuanya dijadikan sebagai sebab yang mendatangkan kebahagian dan penolak bala', maka semua barang-barang itu bukanlah sebab-sebab yang dibenarkan dalam agama kita. Bahkan itu merupakan kesyirikan kepada Allah; diharamkan dalam agama kita!! Benda-benda itu tidak dapat mendatangkan kebahagiaan atau menolak bala' menurut pandangan syari'at. Jika ditinjau berdasarkan taqdir (ketentuan) Allah, maka benda-benda itu tidaklah menjadi sebab datangnya kebahagiaan dan tertolaknya bala'.
Burhanuddin Ibrahim bin Umar Al-Biqo'iy -rahimahullah- berkata saat menafsirkan ayat di atas,"Tatkala telah dimaklumi bahwa mereka (orang-orang kafir) terdiam dari pertanyaan ini, sebab mereka mengetahui adanya keharusan kontradiksi saat mereka menjawab dengan kebatilan. Diantara kebatilan agama mereka, mereka menjawab dengan kebenaran". [Lihat Nazhm Ad-Duror fi Tanaasub Al-Ayat wa As-Suwar (7/258)]
Perhatikanlah, ketika orang-orang kafir ditanya, apakah sembahan-sembahan mereka dapat mendatangkan mudhorot (bala'), dan menghalangi rahmat dan kebaikan Allah, maka mereka mengakui bahwa sembahan-sembahan mereka tak dapat melakukan hal itu!! Ini pernyataan dan penegasan orang-orang kafir. Tragisnya di zaman ini ada sebagian orang yang mengaku "muslim", tapi mereka mengakui bahwa ada benda atau makhluk yang mampu mendatangkan rejeki atau menolak bala'. Padahal semua itu telah dilarang dan dingkari oleh Allah.
Para pembaca yang budiman, ketika kita mengingkari orang yang meyakini bahwa ada yang mampu mendatangkan manfaat dan kebahagiaan atau menolak bala' dari selain Allah, maka sebagian orang jahil menyangkal seraya berkata, "Kami tidak meyakini bahwa benda-benda ini dapat mendatangkan manfaat atau menolak bala'!! Kami hanya meyakini bahwa benda-benda ini hanya menjadi sebab yang mendatangkan manfaat dan menolak bala', karena hanya Allah yang mampu melakukan hal itu".
Ketahuilah bahwa ini hanyalah bualan mereka. Mereka hanya ingin menipu kaum awam yang tak memahami agamanya dengan baik. Untuk menjawab bualan dan syubhat (kerancuan) mereka ini, maka silakan anda dengarkan penjelasan Syaikh Ibn Nashir As-Sa'diy -rahimahullah- saat beliau berkata, "Wajib bagi seorang hamba untuk mengenal tiga perkara tentang MASALAH SEBAB.
Pertama, seorang hamba tidak menjadikan diantara sebab-sebab itu sebagai suatu SEBAB, kecuali yang telah nyata bahwa ia adalah sebab menurut syari'at dan taqdir (ketetapan Allah).
Kedua, seorang hamba tidak bersandar kepada sebab-sebab itu, bahkan ia hanya bersandar kepada Yang Mengadakan dan Menetapkan sebab (yakni, Allah). Di samping itu, ia tetap melakukan sesuatu yang disyari'atkan diantara sebab-sebab itu, dan bersemangat terhadap sebab yang bermanfaat.
Ketiga, seorang hamba mengetahui bahwa sebab-sebab itu bagaimana pun besar dan kuatnya, tapi sebab-sebab itu tergantung kepada ketentuan Allah, dan taqdir-Nya; tak akan keluar dari ketentuan-Nya". [Lihat Al-Qoul As-Sadid Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 43-44)]
Jadi, barangsiapa menggunakan benda-benda yang dikeramatkan baik berupa batu, atau tali, dan lainnya dengan maksud untuk menghilangkan bala' setelah terjadinya, atau untuk menolak bala' sebelum terjadinya, maka sungguh ia telah berbuat syirik (mempersekutukan Allah dengan makhluk). Sebab jika ia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak dan menghilangkan bala', maka ini adalah syirik akbar (besar), yaitu syirik dalam sifat rububiyyah, karena ia telah meyakini adanya sekutu bagi Allah dalam hal penciptaan dan pengaturan makhluk; juga syirik dalam uluhiyyah (peribadahan), sebab ia telah menghambakan diri kepada benda-benda itu, serta menggantungkan hatinya pada benda-benda itu karena mengharapkan manfaat dan kebaikannya.
Jika seorang hamba meyakini bahwa Allah-lah yang Memberi manfaat dan menolak bala', tapi seseorang masih meyakni bahwa benda-benda yang dikeramatkan tersebut adalah sebab yang ia menolak bala' dengannya, maka sungguh ia telah menjadikan sesuatu yang bukanlah sebab yang disyari'atkan dan tidak pula ditaqdirkan oleh Allah sebagai suatu sebab. Ini adalah perbuatan yang diharamkan dan bentuk kedustaan atas nama syari'at dan taqdir. Menjadikan benda-benda yang dikeramatkan sebagai suatu sebab dalam menolak bala' atau mendatangkan rejeki dan kebahagiaan merupakan perkara yang diharamkan dalam agama kita. Oleh karenanya, Uqbah bin Amir -radhiyallahu anhu- berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ
إِلَيْهِ رَهْطٌ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ وَاحِدٍ فَقَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايَعْتَ تِسْعَةً وَتَرَكْتَ هَذَا قَالَ إِنَّ
عَلَيْهِ تَمِيمَةً فَأَدْخَلَ يَدَهُ فَقَطَعَهَا فَبَايَعَهُ وَقَالَ
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
"Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah didatangi oleh oleh suatu rombongan. Beliau membai'at sembilan orang, dan enggan membai'at satu orang. Mereka pun berkata, "Wahai Rasulullah, engkau telah
membai'at sembilan orang, dan meninggalkan satu orang". Beliau bersabda, "Pada dirinya ada jimat". Kemudian beliau memasukkan tangannya dan memutuskan jimat itu. Lalu membai'atnya seraya berkata, "Barangsiapa yang menggantung jimat, maka sungguh ia telah berbuat syirik". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/156), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok(4/219), dan Al-Harits Ibn Abi Usamah dalam Musnad-nya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (492)]
Menjadikan jimat sebagai sebab dalam menolak bala' atau mendatangkan manfaat (kebahagiaan) merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama kita sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits di atas.
Selain itu, jimat atau benda yang dikeramatkan lainnya, jika ditinjau berdasarkan taqdir (ketetapan Allah), maka ia bukanlah sebab yang menolak bala' dan mendatangkan manfaat berupa kesembuhan dan kebahagiaan, sebab menurut tajribah (pengalaman dan eksperimen), jimat tidaklah mendatangkan kesembuhan dan menolak marabahaya; jimat atau keris yang dikeramatkan hanyalah benda mati yang tidak bisa berbicara atau bergerak, apalagi mau menolong orang. Inilah yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya,
وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ إِن
تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا
لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا
يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
"Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari korma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui (Allah)".(QS. Faathir : 13-14)
Seorang muslim tidak boleh mengharap berkah, rahmat, dan manfaat dari makhluk , sebab makhluk-makhluk itu tak memiliki daya dan upaya, tidak bisa mendengar, dan tidak pula melihat. Kalaupun bisa, maka ia tak mampu memenuhi permintaan kita.
Di zaman ini kita amat heran dengan adanya sekelompok orang-orang jahil yang mengharapkan hal-hal itu dari makhluk lemah. Kalian akan heran melihat ada diantara mereka yang mendatangi kuburan para "wali" untuk mengharap kebaikan dan berkah dari mereka. Kalian akan melihat keanehan saat mendengar ada sebagian orang yang memandikan keris, mengolesinya dengan parfum, dan menyimpannya di tempat yang mulia sebagaimana ia menempatkan Al-Qur'an. Semua ini mereka lakukan karena mengharapkan berkah, kebaikan dan manfaat dari keris itu. Ini adalah bentuk paganisme yang diharamkan oleh Allah -Azza wa Jalla- dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Kalian akan melihat keajaiban dunia yang menakjubkan saat anda menyaksikan sebagian kaum awam mengikuti Kiyai Slamet (seekor kerbau yang dikeramatkan di Solo). Mereka bergerombol dan berdesakan mengikuti kerbau yang hina itu demi ngalap (mencari) berkah darinya. Gilanya lagi, sebagian mereka berebutan memungut tahi (kotoran) dari kerbau hina itu. Alangkah celakanya mereka!!!
Anda akan terheran ketika mendengar dan menyaksikan orang-orang bodoh menyiksa diri ketika antri menunggu giliran di depan tempat tinggal PONARI demi mengharapkan berkah dan kesembuhan dari "batu ajaib" milik PONARI. Demi Allah, semua ini adalah bentuk PAGANISME alias BERHALAISME yang sangat diharamkan dalam agama kita!!! Sebab tak sesuatu pun dari selain Allah yang mampu memberikan manfaat dan menolak bala' dari makhluk lain. Semua makhluk tidak memiliki daya dan upaya di sisi Allah. Minta dan berharaplah dari Allah -Azza wa Jalla-; jangan mengharap dari makhluk, apalagi benda mati.
Allah -Ta'ala- berfirman,
قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْئاً
وَلَا يَضُرُّكُمْ أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ
أَفَلَا تَعْقِلُونَ
"Ibrahim berkata: Maka mengapakah kalian menyembah selain Allahsesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kalian?" Ah (celakalah) kalian dan apa yang
kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak memahami?" (QS. Al-Anbiyaa: 66-67)
Ayat ini membatalkan semua bentuk kemusyrikan; orang-orang musyrikin mengharapkan sesuatu dari selain Allah dan takut kepadanya, karena mereka meyakini bahwa makhluk-makhluk yang mereka sembah mampu mendatangkan kebaikan, dan menolak bala'. Jadi, seorang mengharap berkah dari selain Allah juga merupakan kemusyrikan yang telah dibatalkan oleh ayat di atas.
Syaikh Sholih Ibn Abdil Aziz -hafizhohullah- berkata usai menjelaskan makna dan jenis-jenistabarruk (ngalap berkah) yang pernah dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy, "Tabarruk (ngalap berkah) yang beragam ini seluruhnya merupakan tabarruk syirik". [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 127)
Terakhir kami nasihatkan kepada kaum muslimin agar membersihkan aqidah (keyakinan)nya dari meyakini adanya benda-benda yang dikeramatkan sebagai pembawa kebaikan dan penolak bala'. Jauhilah keyakinan batil ini, niscaya kalian akan selamat, insya Allah.
Sumber : Buletin Jum'at At-Tauhid edisi 117 Tahun III. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te'ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa'izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa'izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma'had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa'izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).
http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/barang-barang-penolak-bala.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar