Bisnis Tiket

BIRO TIKET PESAWAT ONLINE

Jika Anda Bisa Mengetik dan Akses Internet, Anda Sudah Memiliki Syarat yang Cukup Untuk Menghasilkan Uang dari Bisnis Tiket Pesawat Online

Rekan Netter ...

Prospek Bisnis online di bidang penjualan tiket pesawat masih sangat besar peluangnya, selama perusahaan penerbangan masih ada dan dunia pariwisata terus berkembang, bisnis tiket tiket pesawat masih layak untuk dipertimbangkan, hal yang perlu diperhatikan adalah menjamurnya pusat penjualan tiket dimana – mana, sehingga daya saing semakin tinggi, perlu suatu terobosan yang inovatif agar tetap bersaing sehat. Ini lah yang menjadi pertimbangan birotiket.com sehingga membuka peluang bisnis online menjadi biro tiket pesawat secara online dengan modal sedikit tetapi hasil yang sangat luar biasa..

KEUNTUNGAN APA SAJA YANG AKAN ANDA DAPATKAN ?

1. Proses reservasi / booking bisa dilakukan darimana saja dan kapan saja di seluruh wilayah Indonesia.

2. Data yang transparan langsung dari airline.

3. Proses reservasi langsung dilakukan dari sistem airline.

4. Anda bisa mencetak sendiri tiket anda dan penumpang anda bisa langsung terbang.

5. Pembayaran melalui transfer bank sehingga bisa lebih cepat dan akurat.

6. Anda bisa menjual kembali tiket tersebut kepada orang lain dengan harga pasar.

Selain beberapa keuntungan di atas, masih banyak lagi keuntungan yang akan anda dapatkan jika bergabung bersama kami, selengkapnya silahkan klik disini

BISNIS YANG BIASA TETAPI MEMILIKI POTENSI PENGHASILAN YANG LUAR BIASA

Bergabung? silahkan klik disini


Senin, 21 Februari 2011

Awas! Jangan Dekati ZINA ?& ZINA MERAJALELA



1. Awas! Jangan  Dekati Zina Dari: Buletin Islam AL ILMU
2.  ZINA MERAJALELA
oleh Al-Ustadz DR.Muhammad Arifin Badri Hafidzohulloh,
       
terdiri dari beberapa fasal:        
- HUKUMAN BAGI PEZINA
                                - KEWAJIBAN PELAKU PERZINAAN

                                - BOLEHKAH MENIKAH DENGAN PEZINA YANG  SUDAH BERTAUBAT?

                                - APAKAH HARUS MENGAKUI MASA KELAMNYA KEPADA  CALON PASANGAN



1. Awas! Jangan  Dekati Zina



وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ  فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا


"Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu  adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk." (Al-Israa': 32)

Penjelasan makna ayat


وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا


Dan janganlah kalian mendekati zina.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini:  "Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam rangka melarang  hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan mendekatinya,  yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan pendorong-pendorongnya." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)

Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah menjelaskan tentang ayat  ini di dalam tafsirnya, "Larangan mendekati zina lebih mengena ketimbang larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina  mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada  perbuatan tersebut. Barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia  dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya, terlebih lagi dalam masalah  zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan  zina." (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)

إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً


Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Maksudnya adalah  dosa yang sangat besar." (Lihat Tafsir Ibnu  Katsir, 5/55)

Asy-Syaikh As-Sa'di berkata, "Allah subhanahu wata'ala  menyifati perbuatan ini dan mencelanya karena ia (كَانَ  فَاحِشَةً) adalah perbuatan keji.

Maksudnya adalah dosa yang sangat keji ditinjau dari kacamata  syariat, akal sehat, dan fitrah manusia yang masih suci. Hal ini  dikarenakan (perbuatan zina) mengandung unsur melampaui batas terhadap  hak Allah dan melampaui batas terhadap kehormatan wanita, keluarganya  dan suaminya. Dan juga pada perbuatan zina mengandung kerusakan moral,  tidak jelasnya nasab (keturunan), dan kerusakan-kerusakan yang lainnya  yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut." (Lihat Taisir  Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)

وَسَاءَ سَبِيلًا


dan (perbuatan zina itu adalah) suatu jalan yang buruk.

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, "Dan zina  merupakan sejelek-jelek jalan, karena ia adalah jalannya orang-orang  yang suka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala, dan  melanggar perintah-Nya. Maka jadilah ia sejelek-jelek jalan yang  menyeret pelakunya kedalam neraka Jahannam." (Tafsir Ath-Thabari, 17/438)

Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah menafsirkan lafazh ayat  (yang artinya) "suatu jalan yang buruk" dengan perkataannya,  "Yaitu jalannya orang-orang yang berani menempuh dosa besar ini." (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 457)

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa Allah subhanahu wata'ala mengabarkan tentang akibat perbuatan tersebut.  Bahwasannya perbuatan tersebut adalah sejelek-jelek jalan. Karena yang  demikian itu dapat mengantarkan kepada kebinasaan, kehinaan, dan  kerendahan di dunia serta mengantarkan kepada adzab dan kehinaan di  akhirat. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 206)

Hal-hal yang mengantarkan kepada perbuatan zina


Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Islam  menutup rapat-rapat semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba  kepada kejelekan dan kebinasaan. Atas dasar ini, disaat Allah subhanahu wata'ala melarang perbuatan zina, maka Allah subhanahu  wata'ala melarang semua perantara yang mengantarkan kepada  perbuatan tersebut. Disebutkan dalam kaedah fiqih:

وَسَائِلُ اْلأُمُورِ كَالْمَقَاصِدِ


Perantara-perantara seperti hukum yang dituju.

Zina adalah perbuatan haram, maka semua perantara/wasilah yang dapat  mengantarkan kepada zina juga haram hukumnya. Diantara perkara yang  dapat mengatarkan seseorang kepada zina adalah:

1.   Memandang wanita yang tidak halal baginya


Penglihatan adalah nikmat Allah subhanahu wata'ala yang  sejatinya disyukuri hamba-hambanya. Allah subhanahu wata'ala  berfirman (artinya): "Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan  dan hati, agar kamu bersyukur." (An-Nahl: 78).  Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya. Justru digunakan  untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala. Untuk melihat wanita-wanita yang tidak halal baginya. Terlebih di era globalisasi ini dengan segenap kecanggihan teknologi dan informasi, baik dari media  cetak maupun elektronik, seperti internet, televisi, handphone, majalah, koran, dan lain sebagainya, yang notabene-nya menyajikan  gambar wanita-wanita yang terbuka auratnya. Dengan mudahnya seseorang  menikmati gambar-gambar tersebut. Sungguh tak sepantasnya seorang hamba  yang beriman kepada Allah subhanahu wata'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam melakukan hal itu.

Pandangan adalah sebab menuju perbuatan zina. Atas dasar ini, Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk  menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya): "Katakanlah (wahai nabi), kepada laki-laki yang beriman: 'Hendaklah  mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan  mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya  Allah subhanahu wata'ala Maha Mengetahui apa yang  mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang  beriman: Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan  memelihara kemaluan mereka." (An-Nur: 30-31)

Allah subhanahu wata'ala memerintahkan orang-orang yang  beriman, baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangannya  dan menjaga kemaluannya. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya  dari: zina, homosex, lesbian, dan agar tidak tersingkap serta terlihat  manusia. (Lihat Adhwa' Al-Bayan, Al-Imam  Asy-Syinqithi 6/126)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Ini adalah  perintah Allah subhanahu wata'ala kepada hamba-hamba-Nya yang  beriman agar mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dari apa yang diharamkan. Maka janganlah mereka memandang kecuali kepada apa yang  diperbolehkan untuk dipandangnya. Dan agar mereka menjaga pandangannnya  dari perkara yang diharamkan. Jika kebetulan pandangannya memandang  perkara yang diharamkan tanpa disengaja, maka hendaklah ia segera  memalingkan pandangannya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh  Al-Imam Muslim dalam Shahihnya dari shahabat Jarir bin Abdullah  Al-Bajali radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Aku bertanya  kepada baginda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang  pandangan secara tiba-tiba, maka beliau memerintahkanku untuk  memalingkan pandanganku." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/399)

Manakala perbuatan zina bermula dari pandangan, Allah subhanahu  wata'ala menjadikan perintah menahan pandangan lebih dikedepankan  ketimbang menjaga kemaluan. Karena semua kejadian bersumber dari  pandangan. Sebagaimana api yang besar bermula dari api yang kecil.  Bermula dari pandangan, lalu terbetik di dalam hati, kemudian melangkah, akhirnya terjadilah perbuatan zina. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 207)

2.    Menyentuh wanita yang bukan mahramnya


Menyentuh wanita yang bukan mahram adalah perkara yang di anggap  biasa dan lumrah ditengah masarakat kita. Disadari atau tidak, perbuatan tersebut merupakan pintu setan untuk menjerumuskan anak Adam kepada  perbuatan fahisyah (keji), seperti zina. Oleh karena itu, Islam melarang yang demikian itu, bahkan mengancamnya dengan ancaman yang  keras. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لأَنْ يَطْعَنَ فيِ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ  خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ


"Seorang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih  baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Ath-Thabarani, no. 16880, 16881)

Dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi orang yang  menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Hadits tersebut juga sebagai  dalil tentang haramnya berjabat tangan dengan wanita (yang tidak halal  baginya). Dan sungguh kebanyakan kaum muslimin di zaman ini terjerumus  dalam masalah ini. (Lihat Ash-Shahihah, no. 1/395)

Dalam hadits lain dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ  ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ  زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ  زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى  وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ


"Ditetapkan atas anak cucu Adam bagiannya dari zina akan  diperoleh hal itu tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah memandang  (yang haram). Kedua telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram).  Lisan zinanya adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya  adalah memegang (yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah  (kepada yang diharamkan). Sementara hati berkeinginan dan  berangan-angan, sedang kemaluan yang membenarkan semua itu atau  mendustakannya." (HR. Muslim no. 2657)

3.    Berkhalwat (berduaan) di tempat sepi


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memperingatkan dalam haditsnya yang agung:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا  الشَّيْطَانُ


"Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita kecuali  yang ketiganya adalah setan." (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)

Betapa banyak orang yang mengabaikan bimbingan yang mulia ini,  akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Kita berlindung kepada-Nya dari  perbuatan tersebut.

Ber-khalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya  adalah haram. Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita  yang bukan mahramnya kecuali ketiganya adalah setan. Apa dugaan anda  jika yang ketiganya adalah setan? Dugaan kita keduanya akan dihadapkan  kepada fitnah. Termasuk berkhalwat (yang dilarang) adalah berkhalwat  dengan sopir. Yakni jika seseorang mempunyai sopir pribadi, sementara  dia mempunyai istri atau anak perempuan, tidak boleh baginya membiarkan  istri atau anak perempuannya pergi berduaan bersama si sopir, kecuali  jika disertai mahramnya. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin  Asy-Syaikh Al-'Utsaimin, 6/369)

4. Berpacaran


Berpacaran adalah suatu hal yang lumrah di kalangan muda-mudi  sekarang. Padahal, perbuatan tersebut merupakan suatu perangkap setan  untuk menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam perbuatan zina.

Dalam perbuatan berpacaran itu sendiri sudah mengandung sekian banyak kemaksiatan, seperti memandang, menyentuh, dan berduaan dengan wanita  yang bukan mahramnya, yang notabene merupakan zina mata, lisan, hati, pendengaran, tangan, dan kaki.

Itulah diantara hal-hal yang dapat mengantarkan anak cucu Adam kepada perbuatan zina. Barangsiapa menjaganya, selamatlah agamanya, insya  Allah. Sebaliknya, barangsiapa lalai dan menuruti hawa nafsunya,  kebinasaanlah baginya. Kita berlindung kepada Allah  dari kejelekan  diri-diri kita. Amin.

Kerusakan yang disebabkan perbuatan zina


Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina adalah termasuk  kerusakan yang sangat berat. Diantaranya adalah merusak tatanan  masyarakat, baik dalam hal nasab (keturunan) maupun penjagaan  kehormatan, dan menyebabkan permusuhan diantara sesama manusia.

Al Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Aku tidak mengetahui  dosa besar apa lagi yang lebih besar setelah membunuh jiwa selain dari  pada dosa zina." Kemudian beliau v menyebutkan ayat ke-68 sampai ayat  ke-70 dari surat Al Furqan. (Lihat Al-Jawab Al-Kafi, hal 207)

Nasehat untuk kaum muslimin


Para pembaca yang kami muliakan, sesungguhnya pendengaran,  penglihatan dan hati seorang hamba, itu semua akan dimintai  pertanggungjawaban di hari kiamat kelak. Yang pada hari itu anggota  badan seorang hamba; tangan, kaki, dan kulit akan menjadi saksi atas apa yang telah mereka perbuat. Manusia adalah tempat kesalahan dan dosa.  Semua anak cucu Adam pernah berbuat kesalahan. Sebaik-baik orang yang  berbuat kesalahan adalah yang paling cepat bertaubat.

Tolak ukur kebaikan seorang hamba bukanlah terletak pada pernah atau  tidaknya dia berbuat kemaksiatan. Akan tetapi yang menjadi tolak ukur  adalah orang yang segera bertaubat manakala berbuat kemaksiatan, serta  tidak terus menerus berada dalam kubangan kemaksiatan.

Segeralah bertaubat, wahai hamba-hamba Allah, sebelum ajal  menjemputmu! Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya): "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan  kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan  segera. Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah  dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang  ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan:  "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang." dan tidak pula diterima taubat  orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih." (An-Nisaa': 17-18)

Wallahu a'lam bishshowab.


Dari: Buletin Islam AL ILMU
Edisi:  16/IV/VIII/1431

Sumber:
http://www.assalafy.org/mahad/?p=483
Posted on April 11, 2010by warisansalaf

2. ZINA MERAJALELA
oleh Al-Ustadz DR.Muhammad Arifin Badri Hafidzohulloh

Zina termasuk dalam perbuatan dosa besar. Di antara penyebab  seseorang terjerumus ke dalam perbuatan yang nista ini, ialah karena  rendahnya iman dan moral masyarakat, serta saking gampangnya  mempertontonkan aurat secara murah dan vulgar, terutama yang terjadi di  kalangan kaum wanita.

Sebagian faktor yang menyuburkan perilaku  hina ini, ialah merajalelanya pergaulan bebas antara lelaki dan  perempuan. Tanpa takut dengan beban dosa, seluruh inderanya menerawang  menikmati segala sesuatu yang tidak halal baginya. Ini menjadi langkah  pertama bagi seseorang terjerumus ke jurang perbuatan zina yang nista.  Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar manusia tidak terperangkap perzinaan.

Allah  Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,  dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi  mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

Dan katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan  pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka  menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami atau ayah, atau ayah  suami atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara laki-laki atau putra-putra saudara laki-laki atau putra-putra saudari  perempuan mereka, atau wanita-wanita muslimah atau budak-budak yang  mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai  keinginan (kepada wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang  aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui  perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung".  [An-Nûr/24:30-31]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga  bersabda:

كُتِبَ على بن آدَمَ نَصِيبُهُ من الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذلك لا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالأُذُنَانِ  زِنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلامُ، وَالْيَدُ  زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى  وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذلك الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ ( متفق عليه )

"Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia  pasti melakukannya. Zina kedua mata adalah dengan memandang, zina kedua  telinga adalah dengan mendengarkan, zina lisan adalah dengan berbicara,  zina kedua tangan adalah dengan menggenggam, dan zina kedua kaki adalah  dengan melangkah, sedangkan hati berkeinginan dan berandai-andai, dan  kemaluan mempraktekkan keinginan untuk berzina itu atau menolaknya".  [Muttafaqun 'alaih]

Para ulama menyatakan, Nabi Shallallahu  'alaihi wa sallam memulai dengan menyebutkan zina mata, karena zina mata adalah asal usul terjadinya zina tangan, lisan kaki, dan kemaluan[1].  Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa waspada dan berusaha sekuat  tenaga untuk menjauhi perangkap-perangkap perzinaan, agar tidak  terjerumus ke dalam perbuatan nista ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu  perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk" [Al-Isrâ`/17:32]


Zina itu sendiri merupakan hutang yang pasti harus ditebus, dan tebusannya  ada pada keluarga kita. Pepatah menyatakan:

عِفُّوْا تَعِفَّ  نِسَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَبِرُّوْا أَبَاءَكُمْ يَبِرَّكُمْ  أَبْناَؤُكُمْ

(Jagalah dirimu, niscaya istri dan anakmu akan  menjaga dirinya. Dan berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu).[2]

Dalam pepatah Arab lainnya disebutkan:

الزِّنّا دَيْنٌ قَضَاؤُهُ فِي أَهْلِكَ


(Perbuatan zina adalah suatu  piutang, dan tebusannya ada pada keluargamu).

Kita seyogyanya  bertanya kepada hati nurani masing-masing, relakah bila anak gadis kita, atau saudara wanita, atau ibu kita dizinai oleh orang lain? Bila tidak  rela, maka janganlah berzina dengan anak atau saudara wanita atau ibu  orang lain! Bila anda telah tega menzinai anak atau saudara wanita atau  ibu seseorang, maka semenjak itu, ingatlah selalu, pada suatu saat  perbuatan yang serupa akan menimpa anak gadis anda atau saudara wanita  anda, atau bahkan ibu anda!

Atas dasar itu, hendaklah kita  senantiasa berpikir panjang bila tergoda setan untuk melakukan perbuatan zina, baik zina kemaluan, zina pandangan, atau lainnya. Sebagaimana  kita senantiasa mengingat pedihnya hukuman Allah di dunia dan akhirat,  sehingga kita tidak mudah terjerembab ke dalam lembah kenistaan ini.

HUKUMAN BAGI PEZINA
Salah satu bentuk hukuman yang diberikan Islam bagi  pezina, selain dicambuk ialah diharamkannya menikah dengannya hingga  kemudian ia bertaubat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ  لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ 

"Wanita-wanita  yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji  adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita  yang baik( pula)". [An-Nûr/24:26]

Sebagian ulama ahli tafsir  menyatakan, ayat ini ada kaitannya dengan ayat ke-3 surat an-Nûr, yaitu  firman Allah Ta'ala, yang artinya: Lelaki yang berzina tidak mengawini  melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan  perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang berzina atau lelaki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas  orang-orang yang beriman.

Sehingga penafsiran ayat ini  menunjukkan, laki-laki yang tidak baik, pasangannya adalah wanita yang  tidak baik pula. Sebaliknya, wanita yang tidak baik, pasangannya ialah  orang yang tidak baik pula. Haram hukumnya bagi laki-laki yang baik atau wanita yang baik menikahi wanita atau lelaki yang tidak baik.[3]

Sebagian ulama menjabarkan penafsiran ini secara lebih jelas: "Barang siapa yang menikahi wanita pezina yang belum bertaubat, maka ia telah meridhai  perbuatan zina. Dan orang yang meridhai perbuatan zina, maka seakan ia  telah berzina. Bila seorang lelaki rela andai istrinya berzina dengan  lelaki lain, maka akan lebih ringan baginya untuk berbuat zina. Bila ia  tidak cemburu ketika mengetahui istrinya berzina, maka akankah ada rasa  sungkan di hatinya untuk berbuat serupa? Dan wanita yang rela bila  suaminya adalah pezina yang belum bertaubat, maka berarti ia juga rela  dengan perbuatan tersebut. Barang siapa rela dengan perbuatan zina, maka ia seakan-akan telah berzina. Bila seorang wanita rela andai suaminya  merasa tidak puas dengan dirinya, maka ini pertanda bahwa iapun tidak  puas dengan suaminya".

KEWAJIBAN PELAKU PERZINAAN
Oleh karena  itu, orang yang terlanjur terjerumus ke dalam perbuatan nista ini,  hendaklah segera kembali kepada jalan yang benar. Hendaklah disadari,  bahwa perbuatan zina telah meruntuhkan kehormatan dan jati dirinya.  Begitu pula hendaklah ia senantiasa waspada dengan balasan Allah Ta'ala  yang mungkin akan menimpa keluarganya.

Bila penyesalan telah  menyelimuti sanubari, dan tekad tidak mengulangi perbuatan nista ini  telah bulat, istighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa  dipanjatkan; bila jalan-jalan yang akan menjerumuskan kembali ke dalam  kenistaan ini telah ditinggalkan, maka semoga berbagai dosa dan hukuman  Allah Subhanahu wa Ta'ala atas perbuatan ini dapat terhapuskan. Lantas,  bagaimana halnya dengan hukuman dera atau cambuk yang belum ditegakkan  atas pezina tersebut, apakah taubatnya dapat diterima?

Ada satu  kisah menarik pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Adalah  Sahabat Mâ'iz bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu mengaku kepada Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia telah berzina. Berdasarkan  pengakuan ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan  agar ia dirajam. Tatkala rajam telah dimulai, dan Sahabat Maa'iz  merasakan pedihnya dirajam, ia pun berusaha melarikan diri. Akan tetapi, para sahabat yang merajamnya berusaha untuk mengejarnya dan merajamnya  hingga meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam  diberitahu bahwa Maa'iz Radhiyallahu 'anhu berusaha melarikan diri,  beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(هَلاَّ  تَرَكْتُمُوْهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوْبَ فَيَتُوْبَ اللهُ عَلَيْهِ ) .  أخرجه أحمد وأبو داود وابن أ بي شيبة

"Tidahkah kalian tinggalkan  dia, mungkin saja ia benar-benar bertaubat, sehingga Allah l akan  mengampuninya?" [HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Abi Syaibah]

Berdasarkan hadits ini dan hadits lainnya, para ulama menyatakan bahwa orang yang  berzina, taubatnya dapat diterima Allah Shallallahu 'alaiohi wa sallam,  walaupun tidak ditegakkan hukum dera atau rajam baginya. Di antara yang  menguatkan pendapat ini ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain beserta Allah dan  tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan  alasan yang benar, dan tidak berzina; barang siapa yang melakukan  demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan atas dosanya. Yakni akan  dilipatgandakan adzab untuknya pada hari Kiamat, dan ia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat,  beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatannya diganti Allah  dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".  [Al-Furqân/68-70]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:  "Kejelekan yang telah lalu melalui taubatnya yang sebenar-benarnya akan  berubah menjadi kebaikan. Yang demikian itu, karena setiap kali pelaku  dosa teringat lembaran kelamnya, ia menyesali, hatinya pilu, dan  bertaubat (memperbaharui penyesalannya). Dengan penafsiran ini,  dosa-dosa itu berubah menjadi ketaatan kelak pada hari Kiamat. Walaupun  dosa-dosa itu tetap saja tertulis atasnya. Akan tetapi, semua itu tidak  membahayakannya. Bahkan akan berubah menjadi kebaikan pada lembaran  catatan amalnya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits-hadits shahîh, dan  keterangan ulama Salaf." [4]

BOLEHKAH MENIKAH DENGAN PEZINA YANG  SUDAH BERTAUBAT?
Menurut pendapat mayoritas ulama yang memiliki  kredibilitas keilmuan, mereka membolehkan pernikahan dengan pelaku  perzinaan yang benar-benar telah bertaubat.

Syaikh asy-Syinqithi  rahimahullah berkata: "Ketahuilah, menurutku, pendapat ulama yang paling kuat ialah: bila lelaki pezina dan wanita pezina telah berhenti dari  perbuatan zina, mereka menyesali perbuatannya dan bertekad tidak  mengulanginya, maka pernikahan mereka sah. Sehingga seorang lelaki  dibenarkan untuk menikahi wanita yang pernah ia zinahi setelah keduanya  bertaubat. Sebagaimana dibolehkan bagi orang lain untuk menikahinya,  tentunya setelah mereka bertaubat. Yang demikian itu, karena orang yang  telah bertaubat dari dosa bagaikan orang yang tidak pernah melakukan  dosa". [5]

Bila pezina itu seorang wanita, dan ia hamil dari  hasil perzinaannya, maka untuk dapat menikahinya disyaratkan hal lain,  yaitu wanita itu telah melahirkan anak yang ia kandung, sebagaimana  ditegaskan pada fatwa Komite Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia  berikut: "Tidak dibenarkan menikahi wanita pezina dan tidak sah akad  nikah dengannya, hingga ia benar-benar telah bertaubat dan telah selesai masa iddahnya".[6]

APAKAH HARUS MENGAKUI MASA KELAMNYA KEPADA  CALON PASANGAN?
Salah satu wujud dari taubat seseorang dari perbuatan dosa, ialah tidak menceritakan perbuatan dosanya kepada orang lain.  Karena menceritakan lembaran kelam kepada orang lain merupakan pertanda  lemahnya rasa malu, penyesalan dan lemahnya rasa takut kepada Allah  Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan menceritakannya menjadi pertanda adanya  kebanggaan dengan perbuatannya yang nista itu. Rasulullah Shallallahu  'alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلاَّ  الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ  عَمَلاً بِاللَّيْلِ ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ . فَيَقُوْلُ :  يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ  رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتْرَ اللهِ عَنْهُ .( متفق عليه )

"Setiap ummatku akan diampuni, kecuali orang-orang yang berterus-terang dalam  bermaksiat. Dan di antara perbuatan berterus-terang dalam bermaksiat  ialah, bila seseorang melakukan kemaksiatan pada malam hari, lalu Allah  telah menutupi perbuatannya, akan tetapi ia malah berkata: "Wahai fulan, sungguh tadi malam aku telah berbuat demikian dan demikian," padahal  Rabbnya telah menutupi perbuatannya, justru ia malah menyingkap tabir  Allah dari dirinya". [Muttafaqun 'alaih]

Pada hadits lain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(اجْتَنِبُوْا هَذِهِ  الْقَاذُوْرَةَ الَّتِي نَهَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا ، فَمَنْ ألم  فَلْيَسْتَتِرْ بِسَتْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِ  لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ الله)

"Jauhilah olehmu  perbuatan-perbuatan nista yang telah Allah Azza wa Jalla larang, dan  barang siapa yang melakukannya, maka hendaknya ia menutupi dirinya  dengan tabir Allah Azza wa Jalla , karena barang siapa yang menampakkan  kepada kami jati dirinya, maka kamipun akan menegakkan hukum Allah"  [Riwayat al-Baihaqi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni]

Berdasarkan dalil ini dan juga dalil lainnya, para ulama menyatakan, dianjurkan  bagi orang yang telah terjerumus dalam perbuatan dosa agar merahasiakan  dosanya itu dan tidak menceritakannya. Oleh karena itu, tidak  sepantasnya seorang wanita yang pernah berbuat zina dan sudah bertaubat  menceritakan masa silamnya kepada siapapun, termasuk kepada laki-laki  yang melamarnya. Terlebih, bila wanita itu benar-benar telah bertaubat  dan menyesali dosanya. Karena yang wajib untuk diceritakan kepada  laki-laki yang melamar adalah cacat atau hal-hal yang akan menghalangi  atau mengurangi kesempurnaan hubungan suami istri[7]. Adapun perbuatan  dosa, terlebih yang telah ditinggalkan dan telah disesali, maka tidak  boleh diceritakan, karena siapakah dari kita yang tidak pernah berbuat  dosa?

PENUTUP
Pada kesempatan ini, saya merasa perlu untuk  mengingatkan saudara-saudaraku, agar senantiasa menjadikan pasangan  hidupnya sebagai cermin dari jati dirinya. Bila anda menjadi marah atau  benci karena mengetahui adanya kekurangan pada pasangan anda, maka  ketahuilah, anda pun memiliki kekurangan serupa atau lainnya, yang  mungkin lebih besar dari kekurangannya.

Bila anda merasa memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pasangan anda, maka ketahuilah, ia  pun memiliki kelebihan yang tidak ada pada diri anda. Oleh karena itu,  Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berpesan kepada kita dengan  sabdanya:

لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مؤمنة إن كَرِهَ منها خُلُقًا  رَضِيَ مِنْهاَ آخَرَ

"Janganlah seorang mukmin membenci wanita  mukmin, bila ia membenci suatu perangai darinya, niscaya ia suka dengan  perangai yang lain" [Muslim]

Demikianlah, seyogyanya seorang  muslim bersikap dan berfikir, tidak sepantasnya bersifat egois, hanya  suka menuntut, akan tetapi tidak menyadari kekurangan yang ada pada  dirinya sendiri. Bila kita menuntut agar pada diri calon pasangan kita  memiliki berbagai kriteria yang sempurna, maka ketahuilah, calon  pasangan kita pun memiliki berbagai impian tentang pasangan hidup yang  ia dambakan. Karenanya, sebelum kita menuntut, terlebih dahulu  wujudkanlah tuntutan kita pada diri kita sendiri. Dengan demikian, kita  akan dapat berbuat adil dan tidak semena-mena bersikap dan dalam  menentukan kriteria ideal calon pasangan hidup.

Semoga pemaparan  singkat ini bermanfaat bagi kita, dan semoga Allah Ta'ala mensucikan  jiwa kita dari noda-noda kenistaan. Wallahu Ta'ala A'lam bish-Shawab.

Oleh
Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi  04/Tahun XII/1429H/2008. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.  0271-761016]

http://sunnahislam.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar