1. Awas! Jangan Dekati Zina Dari: Buletin Islam AL ILMU
2. ZINA MERAJALELA oleh Al-Ustadz DR.Muhammad Arifin Badri Hafidzohulloh,
terdiri dari beberapa fasal: - HUKUMAN BAGI PEZINA
- KEWAJIBAN PELAKU PERZINAAN
- BOLEHKAH MENIKAH DENGAN PEZINA YANG SUDAH BERTAUBAT?
- APAKAH HARUS MENGAKUI MASA KELAMNYA KEPADA CALON PASANGAN
1. Awas! Jangan Dekati Zina
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
"Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk." (Al-Israa': 32)
Penjelasan makna ayat
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
Dan janganlah kalian mendekati zina.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: "Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan mendekatinya, yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan pendorong-pendorongnya." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)
Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini di dalam tafsirnya, "Larangan mendekati zina lebih mengena ketimbang larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya, terlebih lagi dalam masalah zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan zina." (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Maksudnya adalah dosa yang sangat besar." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)
Asy-Syaikh As-Sa'di berkata, "Allah subhanahu wata'ala menyifati perbuatan ini dan mencelanya karena ia (كَانَ فَاحِشَةً) adalah perbuatan keji.
Maksudnya adalah dosa yang sangat keji ditinjau dari kacamata syariat, akal sehat, dan fitrah manusia yang masih suci. Hal ini dikarenakan (perbuatan zina) mengandung unsur melampaui batas terhadap hak Allah dan melampaui batas terhadap kehormatan wanita, keluarganya dan suaminya. Dan juga pada perbuatan zina mengandung kerusakan moral, tidak jelasnya nasab (keturunan), dan kerusakan-kerusakan yang lainnya yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut." (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)
وَسَاءَ سَبِيلًا
dan (perbuatan zina itu adalah) suatu jalan yang buruk.
Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, "Dan zina merupakan sejelek-jelek jalan, karena ia adalah jalannya orang-orang yang suka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala, dan melanggar perintah-Nya. Maka jadilah ia sejelek-jelek jalan yang menyeret pelakunya kedalam neraka Jahannam." (Tafsir Ath-Thabari, 17/438)
Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah menafsirkan lafazh ayat (yang artinya) "suatu jalan yang buruk" dengan perkataannya, "Yaitu jalannya orang-orang yang berani menempuh dosa besar ini." (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 457)
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa Allah subhanahu wata'ala mengabarkan tentang akibat perbuatan tersebut. Bahwasannya perbuatan tersebut adalah sejelek-jelek jalan. Karena yang demikian itu dapat mengantarkan kepada kebinasaan, kehinaan, dan kerendahan di dunia serta mengantarkan kepada adzab dan kehinaan di akhirat. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 206)
Hal-hal yang mengantarkan kepada perbuatan zina
Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Islam menutup rapat-rapat semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan. Atas dasar ini, disaat Allah subhanahu wata'ala melarang perbuatan zina, maka Allah subhanahu wata'ala melarang semua perantara yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Disebutkan dalam kaedah fiqih:
وَسَائِلُ اْلأُمُورِ كَالْمَقَاصِدِ
Perantara-perantara seperti hukum yang dituju.
Zina adalah perbuatan haram, maka semua perantara/wasilah yang dapat mengantarkan kepada zina juga haram hukumnya. Diantara perkara yang dapat mengatarkan seseorang kepada zina adalah:
1. Memandang wanita yang tidak halal baginya
Penglihatan adalah nikmat Allah subhanahu wata'ala yang sejatinya disyukuri hamba-hambanya. Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya): "Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An-Nahl: 78). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya. Justru digunakan untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala. Untuk melihat wanita-wanita yang tidak halal baginya. Terlebih di era globalisasi ini dengan segenap kecanggihan teknologi dan informasi, baik dari media cetak maupun elektronik, seperti internet, televisi, handphone, majalah, koran, dan lain sebagainya, yang notabene-nya menyajikan gambar wanita-wanita yang terbuka auratnya. Dengan mudahnya seseorang menikmati gambar-gambar tersebut. Sungguh tak sepantasnya seorang hamba yang beriman kepada Allah subhanahu wata'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam melakukan hal itu.
Pandangan adalah sebab menuju perbuatan zina. Atas dasar ini, Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya): "Katakanlah (wahai nabi), kepada laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka." (An-Nur: 30-31)
Allah subhanahu wata'ala memerintahkan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari: zina, homosex, lesbian, dan agar tidak tersingkap serta terlihat manusia. (Lihat Adhwa' Al-Bayan, Al-Imam Asy-Syinqithi 6/126)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Ini adalah perintah Allah subhanahu wata'ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dari apa yang diharamkan. Maka janganlah mereka memandang kecuali kepada apa yang diperbolehkan untuk dipandangnya. Dan agar mereka menjaga pandangannnya dari perkara yang diharamkan. Jika kebetulan pandangannya memandang perkara yang diharamkan tanpa disengaja, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahihnya dari shahabat Jarir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Aku bertanya kepada baginda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang pandangan secara tiba-tiba, maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/399)
Manakala perbuatan zina bermula dari pandangan, Allah subhanahu wata'ala menjadikan perintah menahan pandangan lebih dikedepankan ketimbang menjaga kemaluan. Karena semua kejadian bersumber dari pandangan. Sebagaimana api yang besar bermula dari api yang kecil. Bermula dari pandangan, lalu terbetik di dalam hati, kemudian melangkah, akhirnya terjadilah perbuatan zina. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 207)
2. Menyentuh wanita yang bukan mahramnya
Menyentuh wanita yang bukan mahram adalah perkara yang di anggap biasa dan lumrah ditengah masarakat kita. Disadari atau tidak, perbuatan tersebut merupakan pintu setan untuk menjerumuskan anak Adam kepada perbuatan fahisyah (keji), seperti zina. Oleh karena itu, Islam melarang yang demikian itu, bahkan mengancamnya dengan ancaman yang keras. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لأَنْ يَطْعَنَ فيِ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
"Seorang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Ath-Thabarani, no. 16880, 16881)
Dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Hadits tersebut juga sebagai dalil tentang haramnya berjabat tangan dengan wanita (yang tidak halal baginya). Dan sungguh kebanyakan kaum muslimin di zaman ini terjerumus dalam masalah ini. (Lihat Ash-Shahihah, no. 1/395)
Dalam hadits lain dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
"Ditetapkan atas anak cucu Adam bagiannya dari zina akan diperoleh hal itu tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah memandang (yang haram). Kedua telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram). Lisan zinanya adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya adalah memegang (yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah (kepada yang diharamkan). Sementara hati berkeinginan dan berangan-angan, sedang kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya." (HR. Muslim no. 2657)
3. Berkhalwat (berduaan) di tempat sepi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memperingatkan dalam haditsnya yang agung:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
"Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan." (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Betapa banyak orang yang mengabaikan bimbingan yang mulia ini, akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Kita berlindung kepada-Nya dari perbuatan tersebut.
Ber-khalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya adalah haram. Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali ketiganya adalah setan. Apa dugaan anda jika yang ketiganya adalah setan? Dugaan kita keduanya akan dihadapkan kepada fitnah. Termasuk berkhalwat (yang dilarang) adalah berkhalwat dengan sopir. Yakni jika seseorang mempunyai sopir pribadi, sementara dia mempunyai istri atau anak perempuan, tidak boleh baginya membiarkan istri atau anak perempuannya pergi berduaan bersama si sopir, kecuali jika disertai mahramnya. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin Asy-Syaikh Al-'Utsaimin, 6/369)
4. Berpacaran
Berpacaran adalah suatu hal yang lumrah di kalangan muda-mudi sekarang. Padahal, perbuatan tersebut merupakan suatu perangkap setan untuk menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam perbuatan zina.
Dalam perbuatan berpacaran itu sendiri sudah mengandung sekian banyak kemaksiatan, seperti memandang, menyentuh, dan berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya, yang notabene merupakan zina mata, lisan, hati, pendengaran, tangan, dan kaki.
Itulah diantara hal-hal yang dapat mengantarkan anak cucu Adam kepada perbuatan zina. Barangsiapa menjaganya, selamatlah agamanya, insya Allah. Sebaliknya, barangsiapa lalai dan menuruti hawa nafsunya, kebinasaanlah baginya. Kita berlindung kepada Allah dari kejelekan diri-diri kita. Amin.
Kerusakan yang disebabkan perbuatan zina
Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina adalah termasuk kerusakan yang sangat berat. Diantaranya adalah merusak tatanan masyarakat, baik dalam hal nasab (keturunan) maupun penjagaan kehormatan, dan menyebabkan permusuhan diantara sesama manusia.
Al Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Aku tidak mengetahui dosa besar apa lagi yang lebih besar setelah membunuh jiwa selain dari pada dosa zina." Kemudian beliau v menyebutkan ayat ke-68 sampai ayat ke-70 dari surat Al Furqan. (Lihat Al-Jawab Al-Kafi, hal 207)
Nasehat untuk kaum muslimin
Para pembaca yang kami muliakan, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati seorang hamba, itu semua akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat kelak. Yang pada hari itu anggota badan seorang hamba; tangan, kaki, dan kulit akan menjadi saksi atas apa yang telah mereka perbuat. Manusia adalah tempat kesalahan dan dosa. Semua anak cucu Adam pernah berbuat kesalahan. Sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang paling cepat bertaubat.
Tolak ukur kebaikan seorang hamba bukanlah terletak pada pernah atau tidaknya dia berbuat kemaksiatan. Akan tetapi yang menjadi tolak ukur adalah orang yang segera bertaubat manakala berbuat kemaksiatan, serta tidak terus menerus berada dalam kubangan kemaksiatan.
Segeralah bertaubat, wahai hamba-hamba Allah, sebelum ajal menjemputmu! Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya): "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera. Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang." dan tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih." (An-Nisaa': 17-18)
Wallahu a'lam bishshowab.
Dari: Buletin Islam AL ILMU Edisi: 16/IV/VIII/1431
Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=483
Posted on April 11, 2010by warisansalaf
2. ZINA MERAJALELA
oleh Al-Ustadz DR.Muhammad Arifin Badri Hafidzohulloh
Zina termasuk dalam perbuatan dosa besar. Di antara penyebab seseorang terjerumus ke dalam perbuatan yang nista ini, ialah karena rendahnya iman dan moral masyarakat, serta saking gampangnya mempertontonkan aurat secara murah dan vulgar, terutama yang terjadi di kalangan kaum wanita.
Sebagian faktor yang menyuburkan perilaku hina ini, ialah merajalelanya pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan. Tanpa takut dengan beban dosa, seluruh inderanya menerawang menikmati segala sesuatu yang tidak halal baginya. Ini menjadi langkah pertama bagi seseorang terjerumus ke jurang perbuatan zina yang nista. Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar manusia tidak terperangkap perzinaan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Dan katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami atau ayah, atau ayah suami atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara laki-laki atau putra-putra saudara laki-laki atau putra-putra saudari perempuan mereka, atau wanita-wanita muslimah atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (kepada wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". [An-Nûr/24:30-31]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
كُتِبَ على بن آدَمَ نَصِيبُهُ من الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذلك لا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذلك الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ ( متفق عليه )
"Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya. Zina kedua mata adalah dengan memandang, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua tangan adalah dengan menggenggam, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berkeinginan dan berandai-andai, dan kemaluan mempraktekkan keinginan untuk berzina itu atau menolaknya". [Muttafaqun 'alaih]
Para ulama menyatakan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dengan menyebutkan zina mata, karena zina mata adalah asal usul terjadinya zina tangan, lisan kaki, dan kemaluan[1]. Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa waspada dan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi perangkap-perangkap perzinaan, agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan nista ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk" [Al-Isrâ`/17:32]
Zina itu sendiri merupakan hutang yang pasti harus ditebus, dan tebusannya ada pada keluarga kita. Pepatah menyatakan:
عِفُّوْا تَعِفَّ نِسَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَبِرُّوْا أَبَاءَكُمْ يَبِرَّكُمْ أَبْناَؤُكُمْ
(Jagalah dirimu, niscaya istri dan anakmu akan menjaga dirinya. Dan berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu).[2]
Dalam pepatah Arab lainnya disebutkan:
الزِّنّا دَيْنٌ قَضَاؤُهُ فِي أَهْلِكَ
(Perbuatan zina adalah suatu piutang, dan tebusannya ada pada keluargamu).
Kita seyogyanya bertanya kepada hati nurani masing-masing, relakah bila anak gadis kita, atau saudara wanita, atau ibu kita dizinai oleh orang lain? Bila tidak rela, maka janganlah berzina dengan anak atau saudara wanita atau ibu orang lain! Bila anda telah tega menzinai anak atau saudara wanita atau ibu seseorang, maka semenjak itu, ingatlah selalu, pada suatu saat perbuatan yang serupa akan menimpa anak gadis anda atau saudara wanita anda, atau bahkan ibu anda!
Atas dasar itu, hendaklah kita senantiasa berpikir panjang bila tergoda setan untuk melakukan perbuatan zina, baik zina kemaluan, zina pandangan, atau lainnya. Sebagaimana kita senantiasa mengingat pedihnya hukuman Allah di dunia dan akhirat, sehingga kita tidak mudah terjerembab ke dalam lembah kenistaan ini.
HUKUMAN BAGI PEZINA
Salah satu bentuk hukuman yang diberikan Islam bagi pezina, selain dicambuk ialah diharamkannya menikah dengannya hingga kemudian ia bertaubat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik( pula)". [An-Nûr/24:26]
Sebagian ulama ahli tafsir menyatakan, ayat ini ada kaitannya dengan ayat ke-3 surat an-Nûr, yaitu firman Allah Ta'ala, yang artinya: Lelaki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang berzina atau lelaki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman.
Sehingga penafsiran ayat ini menunjukkan, laki-laki yang tidak baik, pasangannya adalah wanita yang tidak baik pula. Sebaliknya, wanita yang tidak baik, pasangannya ialah orang yang tidak baik pula. Haram hukumnya bagi laki-laki yang baik atau wanita yang baik menikahi wanita atau lelaki yang tidak baik.[3]
Sebagian ulama menjabarkan penafsiran ini secara lebih jelas: "Barang siapa yang menikahi wanita pezina yang belum bertaubat, maka ia telah meridhai perbuatan zina. Dan orang yang meridhai perbuatan zina, maka seakan ia telah berzina. Bila seorang lelaki rela andai istrinya berzina dengan lelaki lain, maka akan lebih ringan baginya untuk berbuat zina. Bila ia tidak cemburu ketika mengetahui istrinya berzina, maka akankah ada rasa sungkan di hatinya untuk berbuat serupa? Dan wanita yang rela bila suaminya adalah pezina yang belum bertaubat, maka berarti ia juga rela dengan perbuatan tersebut. Barang siapa rela dengan perbuatan zina, maka ia seakan-akan telah berzina. Bila seorang wanita rela andai suaminya merasa tidak puas dengan dirinya, maka ini pertanda bahwa iapun tidak puas dengan suaminya".
KEWAJIBAN PELAKU PERZINAAN
Oleh karena itu, orang yang terlanjur terjerumus ke dalam perbuatan nista ini, hendaklah segera kembali kepada jalan yang benar. Hendaklah disadari, bahwa perbuatan zina telah meruntuhkan kehormatan dan jati dirinya. Begitu pula hendaklah ia senantiasa waspada dengan balasan Allah Ta'ala yang mungkin akan menimpa keluarganya.
Bila penyesalan telah menyelimuti sanubari, dan tekad tidak mengulangi perbuatan nista ini telah bulat, istighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa dipanjatkan; bila jalan-jalan yang akan menjerumuskan kembali ke dalam kenistaan ini telah ditinggalkan, maka semoga berbagai dosa dan hukuman Allah Subhanahu wa Ta'ala atas perbuatan ini dapat terhapuskan. Lantas, bagaimana halnya dengan hukuman dera atau cambuk yang belum ditegakkan atas pezina tersebut, apakah taubatnya dapat diterima?
Ada satu kisah menarik pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Adalah Sahabat Mâ'iz bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu mengaku kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia telah berzina. Berdasarkan pengakuan ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar ia dirajam. Tatkala rajam telah dimulai, dan Sahabat Maa'iz merasakan pedihnya dirajam, ia pun berusaha melarikan diri. Akan tetapi, para sahabat yang merajamnya berusaha untuk mengejarnya dan merajamnya hingga meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diberitahu bahwa Maa'iz Radhiyallahu 'anhu berusaha melarikan diri, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(هَلاَّ تَرَكْتُمُوْهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوْبَ فَيَتُوْبَ اللهُ عَلَيْهِ ) . أخرجه أحمد وأبو داود وابن أ بي شيبة
"Tidahkah kalian tinggalkan dia, mungkin saja ia benar-benar bertaubat, sehingga Allah l akan mengampuninya?" [HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Abi Syaibah]
Berdasarkan hadits ini dan hadits lainnya, para ulama menyatakan bahwa orang yang berzina, taubatnya dapat diterima Allah Shallallahu 'alaiohi wa sallam, walaupun tidak ditegakkan hukum dera atau rajam baginya. Di antara yang menguatkan pendapat ini ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina; barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan atas dosanya. Yakni akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari Kiamat, dan ia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatannya diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [Al-Furqân/68-70]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Kejelekan yang telah lalu melalui taubatnya yang sebenar-benarnya akan berubah menjadi kebaikan. Yang demikian itu, karena setiap kali pelaku dosa teringat lembaran kelamnya, ia menyesali, hatinya pilu, dan bertaubat (memperbaharui penyesalannya). Dengan penafsiran ini, dosa-dosa itu berubah menjadi ketaatan kelak pada hari Kiamat. Walaupun dosa-dosa itu tetap saja tertulis atasnya. Akan tetapi, semua itu tidak membahayakannya. Bahkan akan berubah menjadi kebaikan pada lembaran catatan amalnya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits-hadits shahîh, dan keterangan ulama Salaf." [4]
BOLEHKAH MENIKAH DENGAN PEZINA YANG SUDAH BERTAUBAT?
Menurut pendapat mayoritas ulama yang memiliki kredibilitas keilmuan, mereka membolehkan pernikahan dengan pelaku perzinaan yang benar-benar telah bertaubat.
Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah berkata: "Ketahuilah, menurutku, pendapat ulama yang paling kuat ialah: bila lelaki pezina dan wanita pezina telah berhenti dari perbuatan zina, mereka menyesali perbuatannya dan bertekad tidak mengulanginya, maka pernikahan mereka sah. Sehingga seorang lelaki dibenarkan untuk menikahi wanita yang pernah ia zinahi setelah keduanya bertaubat. Sebagaimana dibolehkan bagi orang lain untuk menikahinya, tentunya setelah mereka bertaubat. Yang demikian itu, karena orang yang telah bertaubat dari dosa bagaikan orang yang tidak pernah melakukan dosa". [5]
Bila pezina itu seorang wanita, dan ia hamil dari hasil perzinaannya, maka untuk dapat menikahinya disyaratkan hal lain, yaitu wanita itu telah melahirkan anak yang ia kandung, sebagaimana ditegaskan pada fatwa Komite Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia berikut: "Tidak dibenarkan menikahi wanita pezina dan tidak sah akad nikah dengannya, hingga ia benar-benar telah bertaubat dan telah selesai masa iddahnya".[6]
APAKAH HARUS MENGAKUI MASA KELAMNYA KEPADA CALON PASANGAN?
Salah satu wujud dari taubat seseorang dari perbuatan dosa, ialah tidak menceritakan perbuatan dosanya kepada orang lain. Karena menceritakan lembaran kelam kepada orang lain merupakan pertanda lemahnya rasa malu, penyesalan dan lemahnya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan menceritakannya menjadi pertanda adanya kebanggaan dengan perbuatannya yang nista itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ عَمَلاً بِاللَّيْلِ ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ . فَيَقُوْلُ : يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتْرَ اللهِ عَنْهُ .( متفق عليه )
"Setiap ummatku akan diampuni, kecuali orang-orang yang berterus-terang dalam bermaksiat. Dan di antara perbuatan berterus-terang dalam bermaksiat ialah, bila seseorang melakukan kemaksiatan pada malam hari, lalu Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi ia malah berkata: "Wahai fulan, sungguh tadi malam aku telah berbuat demikian dan demikian," padahal Rabbnya telah menutupi perbuatannya, justru ia malah menyingkap tabir Allah dari dirinya". [Muttafaqun 'alaih]
Pada hadits lain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(اجْتَنِبُوْا هَذِهِ الْقَاذُوْرَةَ الَّتِي نَهَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا ، فَمَنْ ألم فَلْيَسْتَتِرْ بِسَتْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِ لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ الله)
"Jauhilah olehmu perbuatan-perbuatan nista yang telah Allah Azza wa Jalla larang, dan barang siapa yang melakukannya, maka hendaknya ia menutupi dirinya dengan tabir Allah Azza wa Jalla , karena barang siapa yang menampakkan kepada kami jati dirinya, maka kamipun akan menegakkan hukum Allah" [Riwayat al-Baihaqi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni]
Berdasarkan dalil ini dan juga dalil lainnya, para ulama menyatakan, dianjurkan bagi orang yang telah terjerumus dalam perbuatan dosa agar merahasiakan dosanya itu dan tidak menceritakannya. Oleh karena itu, tidak sepantasnya seorang wanita yang pernah berbuat zina dan sudah bertaubat menceritakan masa silamnya kepada siapapun, termasuk kepada laki-laki yang melamarnya. Terlebih, bila wanita itu benar-benar telah bertaubat dan menyesali dosanya. Karena yang wajib untuk diceritakan kepada laki-laki yang melamar adalah cacat atau hal-hal yang akan menghalangi atau mengurangi kesempurnaan hubungan suami istri[7]. Adapun perbuatan dosa, terlebih yang telah ditinggalkan dan telah disesali, maka tidak boleh diceritakan, karena siapakah dari kita yang tidak pernah berbuat dosa?
PENUTUP
Pada kesempatan ini, saya merasa perlu untuk mengingatkan saudara-saudaraku, agar senantiasa menjadikan pasangan hidupnya sebagai cermin dari jati dirinya. Bila anda menjadi marah atau benci karena mengetahui adanya kekurangan pada pasangan anda, maka ketahuilah, anda pun memiliki kekurangan serupa atau lainnya, yang mungkin lebih besar dari kekurangannya.
Bila anda merasa memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pasangan anda, maka ketahuilah, ia pun memiliki kelebihan yang tidak ada pada diri anda. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berpesan kepada kita dengan sabdanya:
لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مؤمنة إن كَرِهَ منها خُلُقًا رَضِيَ مِنْهاَ آخَرَ
"Janganlah seorang mukmin membenci wanita mukmin, bila ia membenci suatu perangai darinya, niscaya ia suka dengan perangai yang lain" [Muslim]
Demikianlah, seyogyanya seorang muslim bersikap dan berfikir, tidak sepantasnya bersifat egois, hanya suka menuntut, akan tetapi tidak menyadari kekurangan yang ada pada dirinya sendiri. Bila kita menuntut agar pada diri calon pasangan kita memiliki berbagai kriteria yang sempurna, maka ketahuilah, calon pasangan kita pun memiliki berbagai impian tentang pasangan hidup yang ia dambakan. Karenanya, sebelum kita menuntut, terlebih dahulu wujudkanlah tuntutan kita pada diri kita sendiri. Dengan demikian, kita akan dapat berbuat adil dan tidak semena-mena bersikap dan dalam menentukan kriteria ideal calon pasangan hidup.
Semoga pemaparan singkat ini bermanfaat bagi kita, dan semoga Allah Ta'ala mensucikan jiwa kita dari noda-noda kenistaan. Wallahu Ta'ala A'lam bish-Shawab.
Oleh
Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
http://sunnahislam.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar