Bisnis Tiket

BIRO TIKET PESAWAT ONLINE

Jika Anda Bisa Mengetik dan Akses Internet, Anda Sudah Memiliki Syarat yang Cukup Untuk Menghasilkan Uang dari Bisnis Tiket Pesawat Online

Rekan Netter ...

Prospek Bisnis online di bidang penjualan tiket pesawat masih sangat besar peluangnya, selama perusahaan penerbangan masih ada dan dunia pariwisata terus berkembang, bisnis tiket tiket pesawat masih layak untuk dipertimbangkan, hal yang perlu diperhatikan adalah menjamurnya pusat penjualan tiket dimana – mana, sehingga daya saing semakin tinggi, perlu suatu terobosan yang inovatif agar tetap bersaing sehat. Ini lah yang menjadi pertimbangan birotiket.com sehingga membuka peluang bisnis online menjadi biro tiket pesawat secara online dengan modal sedikit tetapi hasil yang sangat luar biasa..

KEUNTUNGAN APA SAJA YANG AKAN ANDA DAPATKAN ?

1. Proses reservasi / booking bisa dilakukan darimana saja dan kapan saja di seluruh wilayah Indonesia.

2. Data yang transparan langsung dari airline.

3. Proses reservasi langsung dilakukan dari sistem airline.

4. Anda bisa mencetak sendiri tiket anda dan penumpang anda bisa langsung terbang.

5. Pembayaran melalui transfer bank sehingga bisa lebih cepat dan akurat.

6. Anda bisa menjual kembali tiket tersebut kepada orang lain dengan harga pasar.

Selain beberapa keuntungan di atas, masih banyak lagi keuntungan yang akan anda dapatkan jika bergabung bersama kami, selengkapnya silahkan klik disini

BISNIS YANG BIASA TETAPI MEMILIKI POTENSI PENGHASILAN YANG LUAR BIASA

Bergabung? silahkan klik disini


Senin, 07 Maret 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Tawassul, Ibadah Agung yang Banyak Diselewengkan (1)

Posted: 07 Mar 2011 03:00 AM PST

Keutamaan tawassul sebagai ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam, telah banyak dipahami oleh kaum muslimin, akan tetapi mayoritas mereka justru kurang memahami perbedaan antara tawassul yang benar dan tawassul yang menyimpang dari Islam. Sehingga banyak di antara mereka yang terjerumus melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari aqidah tauhid, dengan mengatasnamakan perbuatan-perbuatan tersebut sebagai tawassul yang dibenarkan.

Kenyataan pahit ini semakin diperparah keburukannya dengan keberadaan para tokoh penyokong bid'ah dan syirik, yang mempropagandakan perbuatan-perbuatan sesat tersebut dengan iming-iming janji keutamaan dan pahala besar bagi orang-orang yang mengamalkannya.

Bahkan, mereka mengklaim bahwa tawassul syirik dengan memohon/ berdoa kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang mereka anggap shaleh adalah bukti pengagungan dan kecintaan yang benar kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang shaleh tersebut. Dan lebih daripada itu, mereka menuduh orang-orang yang menyerukan untuk kembali kepada tawassul yang benar sebagai orang-orang yang tidak mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang shaleh, serta merendahkan kedudukan mereka.

Inilah sebabnya, mengapa pembahasan tentang tawassul sangat penting untuk dikaji, mengingat keterkaitannya yang sangat erat dengan tauhid yang merupakan landasan utama agama Islam dan ketidakpahaman mayoritas kaum muslimin tentang hakikat ibadah yang agung ini.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengungkapkan hal ini dalam kata pengantar buku beliau "Kaifa Nafhamu At-Tawassul (Bagaimana Kita Memahami Tawassul)", beliau berkata, "Sesungguhnya pembahasan (tentang) tawassul sangat penting (untuk disampaikan), (karena) mayoritas kaum muslimin tidak memahami masalah ini dengan benar, disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap hakikat tawassul yang diterangkan dalam al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam secara jelas dan gamblang.

Dalam buku ini, aku jelaskan tentang tawassul yang disyariatkan dan tawassul yang dilarang (dalam Islam) dengan meyertakan argumentasinya dari al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, agar seorang muslim (yang membaca buku ini) memiliki ilmu dan pengetahuan yang kokoh dalam apa yang diucapkan dan diserukannya, sehingga tawassul (yang dikerjakan)nya sesuai dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan doa (yang diucapkan)nya dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta'ala (insya Allah).

Dan juga agar seorang muslim tidak terjerumus dalam perbuatan syirik yang bisa merusak amal kebaikannya karena kebodohannya, sebagaimana keadaan sebagian dari kaum muslimin saat ini, semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada mereka." (Kitab Kaifa Nafhamu At-Tawassul, hal. 3).

Definisi tawassul dan hakikatnya

Secara bahasa, tawassul berarti menjadikan sarana untuk mencapai sesuatu dan mendekatkan diri kepadanya (lihat kitab An-Nihayah fi Ghariibil Hadiitsi wal Atsar, 5/402 dan Lisaanul  'Arab, 11/724).

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-'Utsaimin berkata, "Arti tawassul adalah mengambil wasiilah (sarana) yang menyampaikan kepada tujuan. Asal (makna)nya adalah keinginan (usaha) untuk mencapai tujuan yang dikehendaki." (Kutubu wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Shaleh al-'Utsaimin, 79/1).

Maka arti "ber-tawassul kepada Allah" adalah melakukan suatu amalan (shaleh untuk mendekatkan diri kepada-Nya (lihat kitab Lisaanul  'Arab, 11/724).

Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan/ sarana untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, serta berjihadlah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. al-Maaidah: 35).

Beliau berkata, "Wasiilah adalah sesuatu yang dijadikan (sebagai sarana) untuk mencapai tujuan." (Kitab Tafsir Ibnu Katsir, 2/73).

Inilah hakikat makna tawassul, oleh karena itu Imam Qotadah al-Bashri (beliau adalah Qatadah bin Di'aamah as-Saduusi al-Bashri (wafat setelah tahun 110 H), imam besar dari kalangan tabi'in yang sangat terpercaya dan kuat dalam meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam [lihat kitab Taqriibut Tahdziib, hal. 409]) menafsirkan ayat di atas dengan ucapannya, "Artinya: dekatkanlah dirimu kepada Allah dengan mentaati-Nya dan mengamalkan perbuatan yang diridhai-Nya." (Dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, 2/73).

Imam ar-Raagib al-Ashfahani ketika menjelaskan makna ayat di atas, beliau berkata, "Hakikat  tawassul kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah memperhatikan (menjaga) jalan (agama)-Nya dengan memahami (mempelajari agama-Nya) dan (mengamalkan) ibadah (kepada-Nya) serta selalu mengutamakan (hukum-hukum) syariat-Nya yang mulia." (Kitab Mufraadaatu Ghariibil Quran, hal. 524).

Bahkan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa makna tawassul inilah yang dikenal dan digunakan oleh para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di zaman mereka (lihat kitab Qaa'idatun Jaliilah fit Tawassul wal Wasiilah, hal. 4).

-Bersambung insya Allah-

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A.

Artikel www.muslim.or.id

Ya Allah, Sungguh Aku telah Banyak Menzhalimi Diri

Posted: 06 Mar 2011 09:10 PM PST

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada penutup para rasul, kepada para keluarga dan sahabat beliau.

Dari 'Abdullah bin 'Amr ibnul 'Ash radhiallahu 'anhuma, dia mengatakan,

أن أبا بكر الصديق رضي الله عنه قال للنبي صلى الله عليه وسلم: يا رسول الله علمني دعاء أدعو به في صلاتي قال: «قل اللهم إني ظلمت نفسي ظلما كثيرا ولا يغفر الذنوب إلا أنت فاغفر لي من عندك مغفرة إنك أنت الغفور الرحيم

"Abu Bakr radhiallahu 'anhu pernah berkata kepada nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai rasulullah, ajarilah aku sebuah do'a yang bisa kupanjatkan dalam shalatku." Nabi menjawab, "Katakanlah, Allahumma inni zhalamtu nafsi zhulman katsira wa laa yaghfirudz dzunuba illa anta faghfirli min 'indika maghfiratan innaka antal ghafurur rahim (Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menzhalimi diri sendiri dan tidak ada yang mampu mengampuni dosa melainkan Engkau, maka berilah ampunan kepadaku dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau maha pengampun dan maha penyayang."[1]

Saudaraku, sidang pembaca yang dimuliakan Allah. Cobalah Anda memerhatikan dan merenungkan hadits yang agung ini. Bagaimana Ash Shiddiqul Akbar, Abu Bakr radhiallahu 'anhu meminta kepada nabi agar mengajarkan sebuah do'a untuk dipanjatkan dalam shalatnya, dan nabi pun memerintahkan beliau untuk mengucapkan do'a di atas. Padahal kita semua tahu kedudukan Abu Bakr. Menurut anda, bagaimana dengan diri kita, yang senantiasa melampaui batas terhadap dirinya sendiri, apa yang layak kita ucapkan?!

Mengenai keutamaan Abu Bakr disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu mengatakan, rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya kepada sahabatnya,

«من أصبح منكم اليوم صائما؟ قال أبو بكر: أنا، قال: فمن تبع منكم اليوم جنازة؟ قال أبو بكر: أنا، قال: فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟ قال أبو بكر: أنا، قال فمن عاد منكم اليوم مريضا؟ قال أبو بكر: أنا، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: ((ما اجتمعن في امرئ إلا دخل الجنة))

Siapakah diantara kalian yang memasuki waktu pagi dalam keadaan berpuasa di hari ini? Abu Bakr menjawab, "Saya." Rasulullah balik bertanya, "Siapakah diantara kalian yang mengiringi jenazah pada hari ini?" "Saya", jawab Abu Bakr. "Rasulullah bertanya, "Siapakah diantara kalian yang member makan kepada orang miskin pada hari ini?" Abu Bakr kembali menjawab, "Saya." Rasulullah kembali bertanya, "Siapakah diantara kalian yang membesuk orang sakit pada hari ini?" Abu Bakr menjawab, "Saya." Maka nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, "Tidaklah seluruh perkara tersebut terkumpul pada diri seserang melainkan dia akan masuk surga."[2]

Benar, dialah Abu Bakr, wahai saudaraku, pribadi terbaik umat ini setelah nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai kesepakatan ahli sunnah, tanpa ada khilaf. Barangsiapa yang mengingkari status sahabat beliau, sungguh dia telah mendustakan firman Allah ta'ala,

ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." (At Taubah: 40).

Dan barangsiapa yang mendustakan Allah, sungguh dia telah terjerumus ke dalam kekafiran!

Abu Bakr radhiallahu 'anhu adalah sahabat nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan sahabat yang paling utama dan telah dipastikan akan masuk surga, meski demikian nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menuntun beliau untuk senantiasa mengucapkan,"Wahai Allah sesungguhnya aku telah banyak menzhalimi diri."

Saudaraku, bukankah diri kitalah yang lebih pantas mengucapkan do'a di atas? Bukankah kita senantiasa berbuat dosa sepanjang siang dan malam? Apabila memasuki waktu pagi, kita tidak sadar akan dosa dan kesalahan yang telah diperbuat kecuali hanya sedikit saja, kita sangat jarang mengetahui betapa minimnya usaha kita dalam menjalankan berbagai kewajiban? Bukankah kita senantiasa merasa bahwa tidak ada seorang pun yang lebih baik dari diri kita, bukankah kita senantiasa memandang kitalah yang paling baik dalam beragama? Demi Allah, wahai saudaraku, sesungguhnya seluruh hal tersebut adalah penyakit yang akut.

فإن كنت تدري فتلك مصيبة * وإن كنت لا تدري فالمصيبة أعظم

Apabila engkau tahu, maka itulah musibah

Dan jika ternyata engkau tidak tahu, maka musibahnya lebih besar

Oleh karena itu, saya mengajak diri saya dan Anda sekalian untuk rehat dan mengoreksi diri di setiap saat. Mari kita memperbanyak istighfar dan taubat serta senantiasa kembali kepada-Nya.

Ketahuilah saudaraku, semoga Allah memberikan taufik-Nya kepadaku dan dirimu, mengakui dosa merupakan jalan menuju taubat dan sebab turunnya maghfirah. Anda tentu tahu hadits Sayyidul Istighfar yang masyhur, bukankah di  dalam hadits tersebut tercantum lafadz do'a berikut,

وأبوء بذنبي فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت

Saya mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang kuasa mengampuni melainkan Engkau semata.[3]

Perhatikan, wahai Saudaraku, mengakui dosa merupakan awal perjalanan taubat.

Oleh karenanya, marilah kita menyesali segala dosa dan tindakan melampaui batas yang telah diperbuat, begitu pula berbagai kewajiban yang telah dikerjakan dengan penuh kekurangan. Dengan demikian, wahai saudaraku, seorang yang berakal, jika melihat orang yang lebih tua akan berujar di dalam hati, "Beliau telah terlebih dahulu beribadah kepada Allah daripada diriku"; jika melihat orang yang lebih muda, dia berujar, "Saya telah mendahuluinya dalam hal dosa"; jika melihat da'i-da'i pemberi petunjuk, dia mencintai dan berusaha meneladani mereka; dan apabila melihat mereka yang tersesat dan tenggelam dalam kubangan kemaksiatan, dirinya memuji Allah ta'ala dan tidak mencela mereka. Bahkan dia memanjatkan pujian kepada-Nya karena telah melindungi dari kesesatan yang menimpa mereka, dia memuji Allah karena telah mengutamakan dirinya dengan petunjuk-Nya dari sekian banyak makhluk-Nya.

Seandainya Allah ingin, tentulah dia akan semisal dengan mereka. Dengan demikian, dia tidak akan merasa tinggi hati, bahkan kepada pelaku maksiat dan mereka yang tersesat. Dia justru merasa kasihan dan merasa sayang serta berusaha untuk memperbaiki mereka, di samping dia berkewajiban untuk membenci tindakan mereka yang telah menyelisihi perintah Allah dan rasul-Nya. Perkara inilah yang patut diteliti dan diperhatikan.

Akhir kata, saya memohon kepada Allah agar memberi ampunan dari sisi-Nya dan mencurahkan rahmat-Nya kepada kita dan segenap kaum muslimin. Walhamdu lillahi rabbil 'alamin.

Diterjemahkan dari artikel Dr. Salim ath Thawil yang berjudul "Allahumma inni zhalamtu nafsi zhulman katsira".

Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id


[1] HR. Bukhari : 6839.

[2] HR. Muslim: 6333.

[3] HR. Bukhari: 6306.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar